Pendidikan karakter mungkin selalu menjadi hal yang selalu dielu-elukan terutama di bidang pendidikan. Dari visi misi setiap satuan pendidikan, program, hingga perangkat pembelajaran, pendidikan karakter selalu tertera. Apalagi saat ini Kurikulum 2013 memang mengutamakan pendidikan karakter sebagai gerbang utama selain materi pembelajaran tentunya.
Pendidikan karakter memang bertujuan agar lulusan nantinya akan menjadi lulusan yang berkualitas. Tidak hanya nilai yang tinggi, namun juga memiliki karakter yang berkualitas. Hal ini karena masyarakat Indonesia dipandang hanya mampu pintar dan menguasai banyak ilmu, tetapi karakternya masih yang belum berkualitas.
Namun harus kita akui bahwa pendidikan karakter saat ini, penerapannya masih sekadar hitam di atas putih alias baru secara tertulis saja. Mengapa demikian?
Sekolah sebagai satuan pendidikan yang berfungsi melaksanakan pendidikan karakter tersebut masih dikatakan minim dalam mengimplentasikanya. Kebanyakan sekolah mengejar gengsi dengan meninggi-ninggikan nilai UN, bukan karakternya.
Guru sebagai aktor utama dalam penerapan pendidikan karakter tersebut masih memosisikan dirinya sebagai pengajar yang hanya mengajarkan materi pembelajaran saja. Padahal guru bukan hanya ahli dalam segala pembelajaran saja, namun juga mendidik karakter siswa dengan baik.
Hal ini membuat tujuan seorang siswa ke sekolah hanya untuk mengejar nilai dan lulus secara akademis namun karakter terabaikan begitu saja. Banyak siswa yang merokok di sekolah, tidak fokus sembahyang, bolos upacara, selalu ada senioritas junioritas, pembulian, radikalisme dan lainnya membuktikan bahwa nama pendidikan karakter masih sekadar nama saja.
Tentu saja diperlukan sinergi pemerintah dan satuan pendidikan dalam membangun pendidikan karakter anak di sekolah. Misalnya wajib hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, sembahyang bersama, melakukan pendidikan nilai karakter dengan cara bercerita, bernyanyi dan bermain bersama sangat menunjang pendidikan karakter tersebut.
Ditambah dengan pelatihan kekompakan, kerjasama satu sekolah dan berbagi makanan saat di kelas juga sangat menunjang. Jadi, peran guru sebagai aktor utama dalam pendidikan sangat penting.
Tidak hanya memberikan materi juga mampu menerapkan nilai karakter bagi siswa. Sehingga lulusannya benar-benar berkarakter.
Untuk itu pesantren Darunnajah mampu memadukan catur pusat pendidikan,yaitu kyai sebagai sentral figure,asrama masjid sebagai tempat ibadah dan tempat belajar secara terpadu.hal ini dapat menjadikan santri dalam pengawasan dan pembinaan totalitas 24 jam penuh.
Pesantren dapat membangun jiwa karakter generasi muda menumbuhkan ketahanan pribadi santri.dalam pesantren kita membangun jiwa mandiri santri,karenakehidupan pesantren memaksa para santri untuk lebih self-help.yaitu segala sesuatu yang kita kerjakan sendiri,mulai dari mencuci pakaian,bersih bersih kamar,belajar,dan sebagainya.hidup di pesantren juga kita belajar cara trikat,yaitu nrimo dengan fasilitas dan perlakuan tidak “semewah”di rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar