Jumat, 26 Oktober 2018

Penafsiran Al Quran dan Ilmu Pengetahuan

Assalamualaikum waraahmatullahi wabarokatuh

 Al Quran merupakan kitab suci sekaligus pedoman hidup umat islam. Kitab ini telah diturunkan 14 abad yang lalu. Jauh sebelum berbagai sains seperti yang kita ketahu sekarang ini kita pelajari

 Perkembangan penafsiran Al Qur an.

Dalam rangka pembuktian Al Qur an, wahyu ilahi ini telah mengajuka tantangan kepada siapa punyang meragukannya untuk menyusun kembali “semisal” Al Qur’an.

Arti semisal mencakup segala macam aspek yang terdapat dalam Al Qur’an, salah satu di antaranya adalah kandungannya yang antara lain berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang belum dikenal pada masa turunnya.

 

Dari sini tidaklah mengherankan jika sementara pihak dari kaum muslim berusaha untuk membuktikan kemukjizatan al Qur’an, atau kebenaran-kebenarannya sebagai wahyu ilahi melalui penafsiran, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, walaupun tidak jarang dirasakan adanya “pemaksaan-pemaksaan”dalam penafsiran tersebut yang antara lain diakibatkan oleh keinginan untuk membuktikan kebenaran ilmiah melalui Al Qur’an, dan bukan sebaliknya.

 

Corak penafsiran ilmiah ini telah lama di kenal. Benihnya bermula pada masa dinasti abbasiyah, khususnya pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun (w. 1059-1111M) yang secara panjang lebar dalam kitabnya ihya’ ‘ulum Al-Din dan jawahir Al qur’an mengemukakan alasan-alasan yang membuktika pendapatnya itu. Al Ghazali mengatakan bahwa : “Segala macam ilmu pengetahuan, baik yang terdahulu (masih ada atau telah punah), maupun yang kemudian ; baik yang telah diketahui maupun belum, semua bersumber dari Al Qur’an Al Karim.

 

Hal ini, menurut Al Ghazali, karena segala macam ilmu termasuk dalam af’al (perbuatan-perbuatan) Allah dan sifat-sifat NYA. Sedangkan Al Qur’an menjelaskan tentang zat, af’al dan sifat-NYA. Pengetahuan tersebut tidak terbatas. Dalam Al Qur’an terdapat isyarat-isyarat menyangkut prinsip-prinsip pokoknya. Hal terakhir ini, antara lain, dibuktikan dengan mengemukakan ayat, “Apabila aku sakit maka Dia-lah yang mengobatiku” (QS 26:80).

“Obat” dan “penyakit”, menurut Al Ghazali, tidak dapat diketahui kecuali oleh orang yang berkecimpung di bidang kedokteran. Dengan demikian, ayat di atas merupakan isyarat tentang ilmu kedokteran.

 

Korelasi antara Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan

Membahas hubungan antara Al Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi yang lebih utama adalah melihat : adakah Al qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya, karena kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang di berikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan social yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif atau negative) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.

 

Sejarah membuktikan bahwa Galileo ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya tidak mendapat tantangan dari satu lembaga ilmiah, kecuali dari masyarakat dimana ia hidup.

Dalam dalam penafsiran ilmiah terhadap ayat-ayat Al qur’an, membawa kita kepada, paling tidak, tiga hal pula hal yang perlu di garisbawahi, yaitu (1) Bahasa (2) konteks ayat-ayat ; dan (3) sifat penemuan ilmiah.

  1. Bahasa

Disepakati oleh semua pihak bahwa untuk memahami kandungan Al qur’an dibutuhkan pengetahuan bahasa arab. Untuk memahami arti suatu kata dalam rangkaian redaksi suatu ayat, seorang terlebih dahulu harus meneliti apa saja pengertian yang dikandung oleh kata tersebut. Kemudian menetapkan arti yang paling tepat setelah memperhatikan segala aspek yang berhubngan ayat tadi.

  1. Konteks antara kata atau ayat

Memahami pengertian suatu kata dalam sdalam rangkaian satu ayat tidak dapat dilepaskan dari konteks kata tersebut dengan keseluruhan kata dalam redaksi ayat tadi.

  1. Sifat penemuan ilmiah

Seperti telah dikemukakan di atas bahwa hasil pemikiran seseorang dipengaruhi oleh banyak factor, antara lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalamannya. Perkembangan ilmu pengetahuan sudah sedemikian pesatnya, sehingga dari faktor ini saja pemahaman terhadap redaksi Al qur’an dapat berbeda-beda.

Semoga bermanfaat.(dn13/ghofur)

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar