Senin, 10 Desember 2018

Menjadi Pribadi Seorang Muslim Yang Kuat Dan Taat

Manakah di antara sahabat Nabi Muhammad SAW yang tak pandai berperang? Carilah di antara mereka, mana yang tak bisa menunggang kuda, memanah, atau bermain pedang.

Secara umum, hampir seluruh sahabat Nabi SAW mempunyai keahlian tersebut. Memang merekalah orang yang sibuk beribadah, belajar Alquran, dan mengkaji hadis-hadis Nabi SAW. Namun di sisi lain, mereka adalah orang-orang kuat.

Sebut saja, sang panglima perang, Khalid bin Walid. Di samping menjadi seorang sahabat paling saleh, Khalid adalah seorang pejuang tak terkalahkan. Ia pernah memimpin 40 ribu pasukan kaum Muslimin yang mampu mengalahkan 240 ribu pasukan Romawi.

Keberanian sang panglima benar-benar membuat musuhnya gentar. Khalid bersama 200 orang pasukan berkuda, nekat menerobos 120 ribu pasukan Romawi. Ia membabat habis puluhan ribu pasukan Romawi. Khalid tak hanya saleh dan ahli ibadah, tetapi kuat dan berani dari segi fisik.

Inilah yang menjadikan para sahabat begitu mulia. Di samping mereka kuat dari segi keimanan, mereka juga kuat dalam hal duniawi. Inilah yang dipesankan Rasulullah SAW, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Nasa’i).

Bukannya Allah SWT tak mencintai mukmin yang lemah. Namun, ketika mukmin yang kuat disandingkan dengan mukmin yang lemah, tentulah mereka yang kuat mendapat kecintaan lebih dari Allah SWT. Kuat dalam artian bukan hanya kuat iman. Definisi kuat dalam hadis ini mencakup kekuatan fisik, finansial, ekonomi, politik, dan seterusnya.

Di samping kekuatan iman, para sahabat Nabi SAW mempunyai kekuatan fisik yang tak diragukan lagi. Kekuatan fisik mereka teruji dengan kemenangan-kemenangan yang mereka raih dalam perperangan. Walau fisik mereka dihabiskan untuk beribadah, tapi mereka semua akan terjun ke medan perang ketika panggilan jihad ditabuh.

Di samping itu, para sahabat juga kuat dari segi finansial. Misalnya saja, sahabat Nabi yang disebut dalam daftar asyarah mubasyirina biljannah (sepuluh orang yang dijamin masuk surga), ternyata sembilan di antaranya adalah orang kaya. Bukannya Allah SWT tak sayang dengan orang beriman yang miskin, tetapi Allah SWT lebih sayang dengan orang beriman lagi kaya.

Demikian juga di bidang-bidang lainnya, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan seterusnya. Para sahabat Nabi SAW adalah orang-orang yang memegang tampuk perekonomian di masanya. Lihat pula para ulama di masa tabiin dan tabi’ tabiin. Mereka para ulama yang menguasai disiplin ilmu di bidang lain. Ibnu Sina’, di samping menjadi ulama, ia juga pakar di bidang kedokteran. Al Batani, di samping menjadi seorang ulama, ia seorang astronom dan matematikawan. Masih banyak lagi contoh lainnya.

Begitulah seharusnya seorang Muslim yang ideal. Di samping kuat imannya, ia juga kuat di bidang-bidang yang lain. Ia tak ketinggalan menggeluti bidang-bidang keduniawian, bahkan lebih hebat dibanding yang lain. Menjadi seorang Muslim tak hanya baik dalam hubungan vertikal dengan Allah SWT. Seorang Muslim juga tampil dan menjadi orang terdepan dalam hubungan horizontal antarsesama manusia.

Mengapa orang Islam harus kuat dari berbagai sisi? Karena ajaran Islam menyentuh semua sisi-sisi kehidupan manusia. Jika ia lemah, ia tak akan bisa melaksanakan ajaran Islam secara sempurna dalam seluruh sisi kehidupannya. Misalnya saja, menegakkan nahi mungkar (mencegah kemungkaran) yang nyata tampak di depan matanya. Ia tak akan sanggup berbuat apa-apa jika posisinya lebih lemah dari objek yang akan dicegahnya.

Orang yang tak punya kekuatan untuk mencegah kemungkaran di depan matanya, diistilahkan Nabi SAW dengan orang yang punya keimanan terendah. Sabda Nabi SAW, “Jika engkau melihat kemungkaran, cegahlah dengan tangan (kekuasaan) mu. Jika engkau tak sanggup, cegahlah dengan lisanmu. Jika engkat tak sanggup, maka ingkarilah dengan hati. Itulah selemah-selamah iman. (HR Muslim).

Menjadi sesuatu yang bernilai ibadah bagi seorang Muslim, jika ia berolahraga untuk melatih kekuatan fisiknya. Demikian juga bekerja sungguh-sungguh untuk menguatkan finansialnya. Demikian juga bidang-bidang lainnya, seperti sosial, budaya, politik, kesenian, dan seterusnya. Mereka yang bersungguh-sungguh di bidangnya adalah bentuk penguatan diri demi mendapat kecintaan Allah SWT yang lebih.

(Santri Tv/Rafi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar