Sabtu, 14 April 2018

Pesantren Sebagai Ujung Tombak Agama Dan Pencegah Radikal

Islam adalah agama yang penuh rahmat bagi seluruh alam. Tapi saat ini banyak yang meragukan apakah benar Islam adalah agama yang penuh cinta kasih setelah maraknya aksi terorisme yang diidentikaan kepada Islam dan sangat mendiskriditkan posisi umat Muslim. Pencitraan teroris kepada umat Islam sangat menyesakkan karena menimbulkan stigma di masyarakat luas bahkan masyarakat internasional bahwa Islam adalah agama teroris dan mengajarkan radikalisme. Sebenarnya, radikalisme di tiap agama itu ada. Namun sangat disayangkan apabila radikalisme disangkutkan dengan satu agama tertentu. Dalam hal ini Islam.

 

Saat ini, masyarakat awam menganggap Islam megajarkan radikalisme yang bernama Jihad. Sesungguhnya jihad memiliki arti luas dan bukan hanya pergerakan dengan mengangkat senjata. Jihad dengan senjata dapat dilakukan apabila terdesak dan Islam berada dalam ancaman musuh-musuh Allah. Sedangkan aksi terorisme sama sekali tidak relevan dengan kandungan jihad. Terorisme menurut terminologi adalah suatu aksi yang menyebabkan orang lain merasa terganggu. Contoh kecil adalah ketika kita dihubungi terus menerus oleh orang yang tidak dikenal dan kita merasa terganggu, maka kita menganggap kita sedang diteror. Sedangkan jihad tidak dimaksudkan untuk menggangu orang lain yang tidak bersalah. Dalam perang pun ada aturan dalam Islam untuk tidak membunuh wanita, anak-anak, orang tua, dan tidak diperbolehkan menyerang tempat ibadah umat lain. Dan hal ini dapat mementahkan pendapat yang menyamakan jihad dengan teror.

 

Jihad dapat dilakukan dengan berbagai cara. Sebagai pelajar, belajar merupakan bentuk jihad. Bagi pekerja, bekerja merupakan bentuk jihad. Dan jihad tidak serta merta harus mempergunakan senjata. Aksi radikalisme dan terorisme yang terjadi di Indonesia belakangan ini tidak sesuai dengan kaidah jihad sesungguhnya. Aksi bom yang terjadi merupakan murni tindakan kriminal karena korban yang dihasilkan dari serangan tersebut tidak tahu apa-apa dan bahkan banyak dari umat Islam sendiri yang menjadi korban pengeboman tersebut. Dan aksi pengeboman tersebut tidak selayaknya dilakukan di tempat yang berada dalam kondisi damai dan bukan merupakan medan jihad. Pengeboman itu justru sangat mengganggu tatanan kehidupan sosial dan menggangu banyak aspek di negeri ini. Perekonomian terganggu, keluarga korban mengalami kesedihan karena kehilangan anggota keluarganya, dan yang paling berbahaya adalah image Islam di mata dunia sebagai agama radikal karena testimoni pelaku yang menganggap aksi mereka adalah jihad.

 

Dampak lainnya adalah wacana untuk mengawasi kegiatan da’wah Islam dengan dalih mempersempit ruang gerak teroris. Ini semakin mempertegas paradigma bahwa Islam adalah teroris dan merupakan paradoks tersendiri atas hukum dan undang-undang negara Indonesia bahwa negara menjamin kebebasan warganya untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya. Pesantren pun kini banyak dianggap sebagai lembaga pencetak teroris. Ini tantangan besar bagi pesantren bahwa segala tudingan yang tidak berdasar itu salah. Pesantren harus mengambil fungsi sebagai ujung tombak pencegah gerakan radikalisme berjubah agama. Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan. Untuk itu, pesantren pada umumnya dan khususnya Pondok Modern Assalam diharapkan dapat berperan aktif dalam mencegah aksi radikalisme yang mengatasnamakan Islam dan dapat merusak citra baik Islam.

 

Beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh pesantren sebagai lembaga pendidikan umat dan ujung tombak perjuangan adalah mengevaluasi bentuk hukuman yang ada bagi para santrinya yang melakukan pelanggaran. Hukuman dengan kekerasan fisik sungguh memiliki dampak psikologis yang sangat mendalam. Mereka menyimpan dendam untuk melakukan hal yang sama nantinya kepada adik-adik mereka atau siapapun. Hal ini dapat menimbulkan premanisme santri dan tentunya tidak sesuai dengan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamiin. Dalam etika pendidikan, kekerasan tidak sesuai apabila diterapkan untuk mendidik seseorang. Pesantren bukan kamp militer. Meskipun hal tersebut sudah dilarang, namun pada prakteknya masih ada dan dapat menjadi bola es yang terus menggelinding apabila tidak segera dihentikan. Dan orang awam nantinya dapat menyimpulkan bahwa benar pesantren mengajarkan tindak kekerasan. Untuk memberikan hukuman bagi pelanggar dapat lebih difokuskan pada hukuman bernuansa intelektual seperti menghafal, membuat tulisan dan lain-lain yang memiliki dampak positif bagi peningkatan intelektualitas santri.

 

Kemudian harus ditanamkan juga jiwa toleransi antar umat beragama. Pada dasarnya Islam tidak memusuhi siapapun yan tidak memusuhi Islam. Karena kita hidup ditengah-tengah masyarakat majemuk dan beraneka ragam. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak berbuat baik dan toleransi kepada siapapun terlepas apapun suku dan agamanya selama mereka tidak memusuhi Islam.

 

Lalu, merubah mind set santri tentang perspektif jihad. Perang yang kita hadapi sekarang adalah ghozul fikri atau perang pemikiran. Maka jihad yang sesuai adalah jihad dengan pemikiran. Apabila kita hadapi dengan tenaga dan senjata, kita akan kalah karena orang-orang yang memusuhi Islam akan semakin bersemangat membuat propaganda bahwa Islam adalah agama radikal. Pesantren dengan santri-santri yang dimiliki harus lebih terbuka dan memandang setiap peristiwa yang terjadi secara komprehensif (menyeluruh). Jangan sampai terpancing untuk melakukan tindak kekerasan yang justru dapat memperparah keadaan. Sesungguhnya orang-orang yang memusuhi Islam berusaha untuk menggembosi ma’na jihad karena sesungguhnya mereka takut dengan jihad. Sehingga mereka membuat suatu rancangan yang menyebabkan masyarakat luas menganggap jihad adalah gerakan radikalisme. Ini merupakan bagian dari strategi ghozul fikri yang mereka lancarkan.

 

Jihad yang paling sesuai untuk dilakukan santri-santri saat ini adalah belajar dengan sungguh-sungguh untuk dapat mengimbangi strategi perang pemikiran mereka. Selain berdampak kepada diri sendiri, orang tua pun akan senang dan agama dapat kita bela dengan mecerdasan yang kita miliki. Karena perang pemikiran memerlukan orang yang cerdas bukan hanya orang yang kuat.

 

Sebagai lembaga pendidikan Islami yang berperan penting mengantarkan Indonesia kepada kemerdekaan, Pesantren kini menjadi ujung tombak dalam mencegah aksi radikalisme atas nama Islam. Pesantren harus dapat menepis tudingan keji sebagai lembaga pendidikan pencetak teroris yang dapat mengancam keamanan dan keselamatan orang banyak. Allah akan selalu bersama orang-orang yang memperjuangkan agama-Nya dengan cara yang benar. And last, jihad is not a terrorism.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar