Kamis, 07 Maret 2019

Pesantren Rasa Internasional

Masyarakat mungkin masih ingat, beberapa tahun lalu sempat ada fenomena program sekolah bertaraf internasional (SBI), yang lalu dihapus oleh pemerintah. Dihapus karena diduga beberapa sekolah justru menjadikan program ini sebagai unsur penekan untuk mengangkat biaya agar bisa lebih mahal.

Pesantren, tak pernah mengklaim lembaganya dengan lebel internasional atau sebagainya. Namun sejatinya, justru pesantrenlah yang telah lama menjalankan program-program berlevel internasional.

Pesantren Darunnajah misalnya. Pesantren Modern yang terletak di Ibukota dan memiliki 17 cabang di seluruh Indonesia ini seakan tak pernah kering bersentuhan dengan program-program bertaraf internasional.

Internasionalnya pesantren bahkan dimulai sejak dini dari program-program pendidikan mereka. Lihatlah ke kurikulum dan silabus pelajaran mereka. Mayoritas ditulis dan disampaikan dengan bahasa Internasional. Khususnya bahasa Arab dan Inggris. Darunnajah malah menggunakan system bahasa Inggris Oxford sebagai program resmi mereka, meskipun sebagian masih ada yang memakai system Berlitz. Bahasa Arab dan Inggris juga menjadi bahasa sehari-hari santri didalam berkomunikasi.

Tak heran banyak santri di pesantren, termasuk Darunnajah, yang berasal dari luar negeri, seperti Malaysia, Thailand, Singapore, Philipina dan lain sebagainya. Tercatat di Kementrian Agama, sekitar 13.000 santri aktif yang berstatus Warga Negara Asing. Sekitar 50 santri belajar di pesantren Darunnajah.

Dari sisi kunjungan tokoh internasional, pesantren ini bahkan melebihi sekolah sekolah yang mengaku bertaraf internasional lain. Pesantren yang terletak di bilangan selatan Jakarta bisa dibilang langganan bagi tamu-tamu Negara yang ingin melihat bagaimana system pendidikan di sebuah pesantren.

Presidential friends dari puluhan Negara setiap tahunnya rutin mengunjungi pondok ini. Tak terhitung dubes-dubes Negara sahabat yang berkunjung ke Pondok ini. Bahkan pejabat-pejabat dan tokoh tingkat dunia seperti Tony Blair, Yusuf Al Qordhawi, Imam Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, Rektor Universitas2 dunia seperti Madinah, Wakil Presiden Afganistan, Yusuf Islami dan Penasihat Barrack Obama serta lainnya yang tak bisa disebut seluruhnya. Beberapa tak hanya berkunjung tapi juga mengajak Darunnajah untuk bisa bekerja sama dalam bidang pendidikan.

Dari sisi kerjasama dalam program pendidikan dengan institusi luar negeri pesantren juga menorehkan catatan yang tak kalah banyak. Pengakuan akan alumni pesantren Darunnajah dikeluarkan oleh berbagai lembaga di Negara-negara timur tengah misalnya seperti Al Azhar Cairo, Univ Madinah di Saudi, International Islamic University Islamabad dan Malaysia. Puluhan alumni setiap tahunnya diberangkatkan untuk menuntut ilmu di universitas-universitas terkemuka di tingkat dunia.

Program2 internasional tak hanya dinikmati oleh alumni pesantren, tetapi juga bisa disentuh oleh santri sejak tingkat mereka mondok, seperti pertukaran pelajar, pertukaran guru, dan lain sebagainya. Program-program utusan untuk event internasional seperti tak pernah habis dari lembaga ini. Tak hanya kerjasama dengan institusi di Negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, tapi dengan lembaga-lembaga yang ada di negara yang berada di Timur tengah seperti Saudi, Mesir, Qatar atau bahkan Australia, bahkan Eropa seperti Inggris.

Menariknya, dunia pesantren tak pernah menjadikan alasan untuk pesantren melabeli pesantren mereka dengan label “Pesantren Internasional”, dan tak pernah menjadikannya alasan untuk mengangkat tinggi biaya pendidikan mereka, terbukti pesantren sampai saat ini tetap menjadi lembaga yang terjangkau oleh seluruh masyarakat.

Pesantren memang selalu membumi dimana ia berpijak, ia selalu bersifat lokal menyesuaikan dengan kampung dimana ia berada. Tetapi tak lupa untuk selalu berwawasan global. Pesantren layaknya seperti gambaran pohon yg rindang, atau meminjam istilah al Quran sebagai syajaroh thoyyibah. Akar-akarnya menghujam dalam ke bumi dimana ia tumbuh, dan dahan serta rantingnya jauh mencapai langit.

(Ditulis oleh: Ust Hadiyanto Arief, Pimpinan Darunnajah 8)

 

To think globally, to act locally.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar