Pernah mendengar bahwasanya di pesantren, saat kumpul Bersama, hampir tidak ada suara. Santri dan guru-guru yang hadir memperhatikan orang yang berbicara di podium, Pimpinan Pesantren ataupun tamu undangan lainnya.
Ada yang menarik dari kegiatan kumpul ala pesantren tersebut, seringkali kita melihat usia remaja yang duduk di bangku SMP ataupun SMA tidak bisa se-menit pun lepas dari gadgetnya. seluruh dunianya seperti pindah ke benda berlayar yang selalu ada di gengaman mereka.
Lain halnya dengan santri, ada benda ajaib yang selalu ia jaga, yaitu buku catatanya. Diatas kertas, selintas hanya seperti tulisan yang tak bernilai apa-apa. Tapi sebetulnya bagi mereka buku catatan itu adalah buah pemikiran dan luapan perasaan. disetiap kegiatan, kumpulan atau rapat apapun, diwajibkan membawa buku catatanya.
Organisasi Santri Darunnajah seperti halnya OSIS di sekolahan umum, akan berpatroli mengawasi santri yang ngantuk dan tidak mencatat apa yang disampaikan pembicara saat kumpul. Akan ada hukuman tersendiri bagi mereka yang tak mematuhi aturan.
Terdengar sederhana, tapi hal semacam itu merupakan salah satu proses Pendidikan yang ada dipesantren. Apa yang di dengar, apa yang dilihat dan apa yang dirasakan adalah Pendidikan. Mari kita tengok pesan yang disampaikan Imam Asy Syafi’I rahimahullah
الْعِلْمُ صَيْدٌ وَالْكِتاَبَهُ قَيدُهُ
Yang memiliki makna : Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya.
K.H Ahmad Sahl salah satu tri murti Pondok Pesantren Darussalam gontor pun, sering menuliskan apa yang dialami dan apa yang dicita-citakan di atas buku tulisnya .
Buku catatan santri berfungsi sebagai pengingat bagi mereka sampai kapanpun, karena itu menjadi bekal saat mereka lulus nanti, juga untuk mendokumentasikan nilai-nilai pesantren.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar