Karya Santri Oleh Muhammad Gibraltar Bilad (Santri kelas 5 B TMI). Bumi Penerpaan Diri, Kampung Sukses Kami, Ahad 26 November 2017.
بسم الله الرحمن الرحيم
Suara adzan Ashar berkumandang begitu merdu dan indah, para santri dan ustadz mulai berjalan untuk memenuhi panggilan Allah, bahkan sebagian besar santri sudah berada di tempat paling mulia di dunia itu sekira setengah jam sebelum ‘suara Bilal’ dikumandangkan. Sholat Asharpun telah dilaksanakan dilanjutkan dengan wirid, dzikir dan doa munajat kepada Allah. Sebagian para civitas pesantren juga membiasakan diri dengan dzikir sore Al Ma’tsurat.
Setelah melakukan rangkaian sholat para santri mulai membuat barisan yang rapi untuk belajar karena di minggu ini sedang dilaksanakan ujian semester gasal. Para generasi muda harapan agama dan negara itu tampak begitu serius dalam belajar, keadaaan di masjid begitu khusyu’ dan kondusif. Tiba-tiba beberapa menit berjalannya kegiatan belajar pada pukul 16.18 WIB ada seorang santri yang berteriak “ kebakaran!…kebakaran!”, seketika itu juga para santri berhamburan untuk mendekat dan melihat bangunan yang terbakar. Sumber api tampak berasal dari kamar pojok tengah yang di depannya terdapat lorong jalan masuk-keluar dari deretan bangunan berbentuk leter L.
Sesampainya di lokasi ternyata api sudah mulai membesar dan menjalar ke bangunan lain di depannya dan sebelahnya, asap yang begitu hitam terbawa oleh angin yang mengundang warga sekitar pesantren Darunnajah untuk menuju ke lokasi kejadian, terlebih posisi asrama santri putra yang berada persis di samping jalan raya membuat mereka yang lewat berhenti untuk melihat apa yang terjadi. Suasana semakin ramai tetapi tetap tekendali. Tidak lama kemudian beberapa ustadz langsung mengambil instruksi untuk mulai mengambil air menggunakan ember yang ada, santri – santri membuat barisan estafet dimulai dari kamar mandi terdekat bahkan dari danau, ke anak tangga hingga ke lokasi kebakaran.
Orang – orang yang melihat kebakaran tersebut sangat cemas jika api menyebar luas ke kamar yang belum terbakar. Santri, karyawan, tetangga pesantren dan assatidz semakin cepat berlarian turun naik mengambil air untuk memadamkan api, dengan menyiramkan air diiringi dengan pekikan suara takbir sedikit demi sedikit api pun mulai padam. Tetapi terpaan angin yang besar membuat api sulit di padamkan, sehingga apipun merembet ke bangunan yang lain. Sang Kiai juga langsung datang ke lokasi kejadian dan terus memberikan arahan.
Selidik punya selidik, ternyat kebakaran ini bermula dari salah-satu santri yang iseng main korek api dengan membakar ujung kasur kawannya. Nampaknya ia tidak ikut bergabung ke masjid bersama para santri lainnya. Kondisi ini mengingatkan nasehat Sang Rasul: “Hanya Biri-biri yang memisahkan diri dari kelompoknyalah yang akan dimangsa Serigala!”.
Sang Kiai Inspirator Para Santri
Luar biasa, ketika salah-satu Ustadz Kepala Sekolah membawa santri tersebut kehadapan Sang Kiai, tidak ada sedikitpun raut kemarahan dan kebencian tampak di wajah Sang Kiai. Dengan pelan dan penuh sikap kebapakaan Sang Kiai bertanya apa yang dilakukan santri tersebut sehingga terjadi kebakaran. Santri tersebut menjawab dengan apa adanya menurut versinya, tentunya. Ustadz Pengasuhan Santri yang berada di samping Sang Kiai menyaksikan dialog ini. Kemudian ia mendapatkan intruksi untuk segera mengondisikan evakuasi dan memastikan semua kegiatan berjalan seperti biasanya.
Si Jago Merah itu membuat tetesan air mata untuk warga pesantren, tapi ternyata kesedihan ini bukan hanya milik warga pesantren saja, saat aku menegakan kepala keatas ternyata langit dan awan hitam pun menyampaikan kesedihannya dengan meneteskan rintik hujan.
Hatiku bergetar menyaksikan warga pesantren bersungguh–sungguh bahu-membahu untuk memadamkan api yang membakar bangunan yang notabene sebagiannya dari kayu. Kobaran api yang membesar semakin mengancam dan menebarkan bahaya, namun dahsyatnya kobaran tersebut terkalahkan dengan keyakinan yang berkobar didalam hati segenap penghuni ‘penjara suci’. Sekitar 45 menit kami memadamkan dengan semangat yang membara maka atas izin Allah api pun padam, tidak ada korban jiwa atas perstiwa tersebut. Pemadam kebakaran yang datang kemudian berfungsi melakukan kegiatan finishing.
Tidak kurang dari 9 ruangan menjadi korban amukan Si Jago Merah; 5 kamar santri, 3 kamar guru dan 1 ruang klinik lesehan. 3 kamar mandi yang berada tepat di depan kamar guru tidak luput dari kerusakan. Empat santri yang menjadi korban luka ringan segera diberikan pelayanan pengobatan, abu dan asap masih mengepul, awan hitam mulai berjalan tertiup angin, angin yang menerpa menyentuh bekas – bekas kebakaran, puing – puing berserakan, lemari dan kayu hangus terbakar, ranjang – ranjang tak jelas bentuknya. Ya Rabb, beberapa kali kami hanya menyaksikan kondisi seperti ini dalam tayangan berita televisi, kini semuanya nyatadi depan mata kami. Astagfirullah Ya Ilahi Rabbi, ampuni dosa-dosa dan kesalahan serta khilaf kami dalam menjalankan amanat berat namun sungguh mulia ini!.
Suara adzan Magrib terdengar dari arah Masjid Jami’ di sebelah utara asrama santri putra, Adzan yang menandakan bahwa si Jago Merah telah sirna, lantas kamipun bergegas untuk memenuhi panggilan Allah Sang Maha Pengatur dan Penguasa segalanya. Setelah kami melaksanakan sholat, Sang Kiai naik keatas mimbar, wajahnya yang teduh nan penuh kharisma menenangkan hati yang melihatnya. Lalu ia berkata “ لا يصيبنا إلاّ ما كتب الله لناقل Beberapa tahun silam pesantren kita yang di pusat juga pernah mengalami kebakaran, pesantren cabang lain di Bogor yang relatif masih baru juga pernah kebakaran, ternyata sekarang giliran kita. Yakinilah musibah ini ujian dari Allah, tidak perlu saling menyalahkan, jangan juga santri pelaku dibully, jangan juga mengarang cerita yang tidak sesuai kejadiannya. Bagi santri para korban, serahkan semuanya kepada Allah SWT, pasti akan diganti oleh Allah dengan yang lebih baik!”.
Sang Kiai juga mengajarkan do’a ketika tertimpa musibah:
“اَللَّهُمَّ اَجُرْنَا فِي مُصِبَتِنَاَ واخْلُفَ لنا خَيْرًا مِنْهَا
“Ya Allah, berikanlah kami pahala karena mendapat musibah ini dan berilah kami ganti yang lebih baik dari (apa-apa yang hilang) karenya!”.
Berikutnya, Ustadz Pengasuhan Santri yang juga wali kelasku meneruskan arahan Sang Kiai dengan menjelaskan pembagian kamar evakuasi untuk 60an santri yang terdampak kebakaran. Ia juga memotivasi para santri untuk tetap survive menghadapi ujian ini. Dan sebagai langkah cepat trauma healing, sholat Isya berjama’ah langsung dilaksankan di masjid asrama santri putra sebagimana biasanya. Seusai makan malam, mereka juga langsung kembali belajar untuk mata ujian esok harinya.
Tangan-Tangan Tuhan.
Benar apa yang disampaikan Sang Kiai. Meskipun pesantren tidak ada release resmi terkait musibah kebakaran ini, ternyata informasi pada era teknologi tidak dapat dibendung lagi. Dalam hitungan menit, peristiwa di sore hari itu seolah mengetuk segala pintu dari seluruh penjuru. Hikmahnya, mulai berdatangan aneka macam bantuan; dari Mia instan hingga shodaqoh jutaan.
Warga pesantren juga tidak ketinggalan. Mereka segera mempraktekkan sabda Nabi ‘Saling Berbagi Maka Akan Saling mencintai’. Para ustadz dan santri yang terdampak musibah ini maka dalam waktu relatif singkat, barang-barang yang terbakar bisa terganti.
Keesokan harinya pada Senin pagi, tampak kerja bakti yang melibatkan para guru, santri, alumni, karyawan hingga Polisi dan TNI. Para Ummahatul Ma’had (istri-istri para guru dan karyawan pesantren) saling berlomba menyiapkan konsumsi. Aneka makanan dan minuman tersedia untuk mereka yang bekerja membersihkan puing-puing kebakaran dengan lillahi ta’ala.
Dalam hitungan hari, asrama yang terbakar tadi sudah langsung direhab lagi dan akan segera ditempati kembali.
Begitulah selalu ada hikmah di balik musibah. Allah mengirim kasih sayangnya melalui tangan-tangan orang terpilih di antara hamba-hambaNYA. (edited and uploaded by mr. mim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar