Jerman dan Ujian Kesetiaan terhadap Tuhan
oleh : Irma Wahyuni
Belajar di negara maju adalah sebuah karunia luar biasa yang patut disyukuri. Namun, bila negara tersebut adalah negara barat yang sekuler, tentunya lebih dari sekedar karunia, tetapi juga menjadi ujian “kesetiaan” seseorang terhadap Tuhan.
Hal tersebut saya rasakan saat saya berada di Jerman pada bulan lalu. Alhamdulillah saya mendapatkan beasiswa short-term dari Kementerian luar negeri Jerman yang bekerjasama dengan Goethe Institut Indonesien, dan Goethe Institut Deutschland. Program tersebut adalah beasiswa kunjungan cendekiawan muslim Indonesia ke Jerman dengan tema Life of Muslims in Germany. Meskipun itu adalah program yang relatif singkat, namun ia mengajarkan saya banyak hal. Gambaran yang cukup komprehensif tentang Islam di Jerman dikemas secara padat berisi dalam sebuah program singkat selama dua minggu di Berlin, Gottingen, dan Frankfurt.
Saya mengamati sepertinya cukup mudah menjadi muslim di Jerman karena mereka pada umumnya adalah masyarakat yang terbuka (dalam) menerima perbedaan. Orang mau beragama apapun, bahkan tidak beragama sekalipun tetap akan diterima di Jerman karena salah satu dari nilai-nilai sekularisme yang mereka junjung tinggi adalah kebebasan beragama yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Adapun stereotype negatif yang mereka miliki tentang islam, menurut saya tidak terlalu mengkhawatirkan selama mereka tidak mengganggu, dan tidak mewujudkannya dalam tindakan kriminal atau tindakan yang mengancam. Beberapa kasus diskriminasi dan bullying yang sering terjadi di kalangan remaja lebih banyak dilatarbelakangi oleh issu kewarganegaraan dan imigrasi, bukan issu agama.
Kendati demikian, berbagai tantangan datang dengan cara yang berbeda. Semua itu tidak lain adalah bentuk ujian dari Allah. Minimnya fasilitas tempat sholat dan kumandang Adzan yang jarang sekali terdengar kecuali di komunitas tertentu, kondisi cuaca, sedikitnya menu makanan halal, hingga lingkungan pergaulan akan menguji benteng pertahanan kesetiaan seorang hamba terhadap Rabb-nya.
Minimnya fasilitas tempat ibadah
Di Indonesia yang masyarakatnya mayoritas muslim hampir tidak ada masalah dalam hal fasilitas tempat ibadah, khususnya Masjid. Di setiap sudut kota mudah sekali kita menemukan Masjid atau Mushalla. Bahkan di setiap sudut kota, bisa ditemukan beberapa Masjid. Artinya, dengan mudah kita dapat melaksanakan shalat. Sementara di Jerman, jumlah mesjid sangat jarang ditemui sehingga hampir seharian penuh setiap harinya kita tidak mendengar kumandang adzan, kecuali di kawasan tertentu yang memang cukup banyak jumlah muslimnya, seperti di Neukolln misalnya.
Hal ini adalah ujian kesetiaan seorang hamba terhadap Allah. Dengan kata lain, dengan kondisi ini ia sebenarnya sedang diuji apakah ia akan setia untuk tetap menjalankan sholat sebagai perintah Allah atau menjadikannya alasan untuk meninggalkan Allah. Sedangkan Allah menyuruh kita untuk bersabar dan sholat seperti dalam firmannya surat Al-Baqarah:45
وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.
Dalam ayat tersebut Allah menyuruh orang-orang beriman untuk bersabar terlebih dahulu, kemudian memerintahkan shalat. Betapa benarnya perintah Allah dalam ayat ini. Saat di Jerman sangat terasa pentingnya kesabaran dalam ketaatan.
Bagi orang-orang yang sabar, selain toilet dan tempat pemakaman, seluruh hamparan bumi ini adalah karunia Allah yang bisa dipakai untuk bersujud dan beribadah kepada-Nya kapanpun. Kumandang adzan dari masjid yang sangat jarang terdengar tidak akan mempengaruhinya untuk melupakan Rabbnya. Ia merasakan Rabbnya selalu bersamanya, senantiasa memanggil dalam hatinya untuk taat dan berbuat kebaikan.
Alkohol dan Kondisi Cuaca
Berhubung Jerman adalah negara sub-tropis, kondisi cuacanya cenderung dingin sepanjang tahun, kecuali pada saat musim panas. Sedangkan suhu terdingin tentunya terjadi pada musim dingin. Saat saya berada di sana, Jerman sedang menghadapi musim gugur dengan suhu sekitar 8 hingga 11 derajat celcius. Bagi orang-orang dari negara beriklim tropis, kisaran suhu tersebut terasa cukup dingin bahkan sangat dingin bagi orang-orang tertentu, tergantung kondisi tubuhnya pada saat itu.
Untuk mengurangi rasa dingin, orang-orang jerman punya kebiasaan minum alkohol yang konon katanya bisa menghangatkan tubuh. Alkohol dijual secara legal hampir di semua restoran dan pusat perbelanjaan. Selain itu, saat berada di negera orang, biasanya kita jauh dari sanak saudara, teman-teman dekat dan lingkungan sekitar. Maka, peluang maksiat dan mencoba hal-hal yang diharamkan Allah termasuk minum alkohol pun mungkin akan terbuka lebar. Menurut saya inilah bentuk lain dari ujian kesetiaan seseorang terhadap Allah.
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, “(QS Al Baqarah : 219)
Bagi orang-orang yang setia kepada Allah, minum alkohol bukanlah satu-satunya cara untuk menghangatkan tubuh pada saat cuaca dingin. Bila baju hangat saja masih belum cukup, masih banyak minuman jenis lain yang bisa dikonsumsi seperti sparkling water yang juga disukai orang-orang Jerman. Bagi yang baru pertama kali meminumnya, mungkin ia akan mengira bahwa itu adalah alkohol karena ada sensasi yang berbeda di lidah dan terasa agak panas di tenggorokan. Setidaknya, seperti itulah bagian dari rasa alkohol yang pernah saya dengar dari cerita banyak orang. Tetapi, sparkling water itu sama sekali tidak mengandung alkohol. Ia adalah air mineral tanpa glukosa, mengandung soda yang juga bisa menghangatkan tubuh. Kadar sodanya berbeda-beda dan bisa dipilih. Ada yang 0,5%, 0,8%, dan lain-lain. Minuman ini juga sangat populer di Jerman dan sering menjadi alternatif bagi mereka yang tidak meminum alkohol, dan tentu saja minuman ini halal. Selain itu, ada cara lain yang lebih sehat untuk menghangatkan tubuh. Orang jerman juga senang bakar kalori dengan cara berjalan kaki atau bersepeda dari pada naik taksi atau Bus. Dengan begitu, otomatis tubuhnya terasa hangat karena kalori yang terbakar.
Sedikitnya menu makanan halal
Berbicara tentang sedikit atau banyak tentunya relatif bagi setiap orang. Akan tetapi, berhubung Jerman adalah negara sekuler yang memisahkan agama dengan praktek kehidupan berbangsa dan bernegara, mau tidak mau akan berimbas pada banyak hal termasuk cara mengolah makanan. Sebagai contoh dalam konteks praktis, meskipun kita tahu bahwa daging sapi itu halal, bukan berarti harus jadi permisif untuk memakan berbagai produk yang kita “anggap” itu adalah sapi, sedangkan kita tidak tahu cara menyembelihnya dan mengolahnya. Allah memerintahkan kita untuk makan makanan halal, maka kita harus setia dengan perintah Allah terkait hal ini. Sebisa mungkin berhati-hatilah dalam memilih makanan.
Jerman adalah tempatnya produk olahan babi yang diolah dan dikemas dengan berbagai kemasan. Ada yang berbentuk sosiz, rolade, steak, bacon (dipanggang), dan sebagainya. Meskipun ada pula menu olahan daging sapi namun perabot yang digunakan untuk mengemasnya seringkali digunakan secara bergantian dengan perabot yang digunakan untuk mengolah olahan daging babi. Terkadang sulit membedakan antara menu daging sapi dan babi karena terlihat sama dari segi warna maupun bentuknya. Bila kurang waspada dan selektif memilih makanan, bisa-bisa apa yang kita kira daging sapi ternyata produk daging babi.
Menu makanan halal yang tempatnya dan perabotannya dipisah dengan produk daging biasanya adalah salad, ikan, dan kentang. Beberapa makanan tersebut bisa dijadikan alternatif menu makanan halal selama di Jerman. Selain itu, untuk lebih waspada, saya biasanya membaca atau bertanya terlebih dahulu tentang segala produk makanan yang akan dibeli, mulai dari bahan-bahannya, cara mengolahnya, serta jenis ekstrak bumbu yang digunakan. Orang jerman akan dengan senang hati menjelaskan dengan detail informasi yang mereka tahu. Tetapi bila mereka tidak tahu, mereka akan berterus terang bahwa mereka tidak tahu dan mereka akan berkata “sorry I don’t know, and I can’t lie”. Bila sudah menjawab seperti itu, artinya mereka tidak mau ditanya-tanya lagi tentang perihal yang sama karena memang benar-benar tidak tahu.
Beberapa hal di atas hanyalah sebagian dari tantangan yang akan dihadapi seorang muslim saat berada di sebuah negara sekuler, khususnya Jerman. Mungkin masih banyak lagi hal lain yang akan menjadi tantangan atau kendala saat berada di Jerman. Sebagai kesimpulan, “berbaur tapi tak melebur” mungkin adalah pilihan kata yang tepat untuk menggambarkan tentang bagaimana harus membawa diri di tengah pergumulan orang-orang yang sangat beragam di negara orang. Tentunya, menjadi agen muslim yang baik dimanapun berada adalah jalan yang terbaik, seperti sang nasionalis Tan Malaka pernah bilang “belajarlah dari Barat, tetapi jangan jadi peniru Barat. Jadilah pelajar dari Timur yang cerdas”.(edited and uploaded by mr. mim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar