Sangat mengagumkan suatu kaum, mereka berhasil membersih kan dan mengikhlaskan amal perbuatan, mengekang hawa nafsu mereka kuat-kuat dengan tali rasa takut, mereka berpacu dengan waktu menuju ketaatan dan mengalahkannya, mereka bersihkan amal perbuatan mereka dari noda-noda riya’ sehingga ia pun bersih, mereka mengalahkan maksud-maksud jahat melalui latihan kemudian mereka membuangnya. Maka keluarlah larangan dari Nabi SAW untuk mengusir orang-orang seperti mereka: “Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan petang hari…” (QS. Al-An’aam: 52)
Lembaran-lembaran mereka naik ke langit dalam keadaan bersih, amal perbuatan mereka membumbung dengan keikhlasan dengan derasnya, jiwa mereka pun menjauh dari dunia, orang-orang dalam hingar-bingar sementara mereka dalam ketenangan sehingga mantan hamba sahaya dari mereka mengungguli seorang pemuka dari Quraisy.
Air mata mereka tiada henti mengalir, kepala mereka tertunduk di waktu sahur, telapak tangan mereka selalu berderma dengan kebaikan yang mereka raih, jiwa mereka setelah berkarya takut terhadap kesalahan, mereka mendatangi danau yang jernih dengan lepasnya dahaga yang mendalam.
Mereka ikhlaskan amal perbuatan dari kotoran, baik yang wajib maupun yang sunnah. Mereka berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menaati Rabb mereka agar Dia ridha. Mereka mendorong diri mereka dengan kuat untuk meraih bagian yang paling besar (dalam kebaikan). Mereka tundukkan pandangan mereka dari nafsu syahwat sedalam-dalamnya, jika kamu melihat mereka niscaya kamu melihat jasad-jasad yang sakit dan mata-mata yang terbiasa begadang (dalam ketaatan), hampir tidak pernah merasakan terpejam. Mereka berpacu dengan umur karena mereka menyadari bahwa umur hanyalah saat-saat (singkat) yang berlalu, maka Allah menurunkan Pertolongan abadi-Nya.
Allah menguji mereka, maka mereka ridha dan sabar. Allah melimpahkan nikmat kepada mereka maka mereka mengakui dan bersyukur. Mereka datang dengan segala yang membuat ridha ke mudian mereka meminta maaf. Mereka berjihad melawan musuh[1], perang belum usai hingga mereka telah meraih kemenangan, Mereka meraih puncak kejayaan di tempat yang tinggi.
Hati mereka selalu terkait dengan kebenaran. Cahaya mereka terlihat terang pada penampilan mereka. Setiap kali merpati kematian bersuara kepada mereka maka turunlah hujan kesedihan mereka.
Air mata mereka menetes di tengah gelapnya malam karena rasa takut (kepada Allah). Dengan tangisan mereka membersihkan dosa-dosa yang tercatat. Rasa takut mereka besar. Tidak ada seorang pun yang menentang dari mereka.
Jika malam tiba maka kaki-kaki berdiri, mereka rindu kepada Rasulullah SAW seperti kerinduan induk unta kepada anaknya, mata air mendukung dan kesedihan menopang.
Mereka mengetahui bahwa dunia adalah kesenangan yang fana maka mereka hanya melewatinya, tidak meramaikannya untuk tempat tinggal, mereka menyibukkan diri dengan satu alam yang terbangun setiap kali alam ini hancur. Nasihat mengetuk telinga mereka maka mereka meresapi makna. Mereka menyiapkan bekal perjalanan dan tidak mengambil kekayaan dunia yang hina. Tidak ada kesombongan pada mereka. Kamu melihat mereka di antara orang-orang miskin dan orang-orang lemah. Jika kamu memperhatikan mereka niscaya kamu melihat mereka saling menyintai dengan sangat mendalam. Orang jujur dari mereka bersumpah untuk meninggalkan hawa nafsu, demi Allah tanpa ada pengecualian. Mereka datang ke kaki kemiskinan. Ketika Allah melihat mereka, Dia menjadikan mereka berkecukupan. Mereka ingat Surga maka mereka merindukannya mengalahkan kerinduan Qais kepada Lubna.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya Surga rindu kepada tiga orang: ‘Ali, ‘Ammar, dan Salman.” (HR Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi [no. 3797] dan al-Hakim [III/ 148] dari Anas r.a. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani rah.a.).[2]
Jika kita ingin memperbincangkan tentang sebagian keutamaan-keutamaan para Sahabat r.a. maka pertama kali kita harus mengingat rekomendasi dari Allah Yang Maha Pencipta Jalla wa ‘Alaa kepada mereka dalam kitab-Nya yang mulia.
Mereka adalah orang-orang yang mana Allah berfirman tentang mereka: “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu29[3] dan mereka tidak mengubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzaab: 23)
Allah Ta’ala berfirman tentang mereka: “… Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah…” (QS. Al-Bayyinah: 8)
Allah Ta’ala berfirman tentang mereka: “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” QS Al-Fath: 18
Allah Jalla wa ‘Alaa menyanjung mereka dg firmanNya: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya, tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al-Fath: 29)
Allah SWT berfirman tentang mereka; “(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung” (QS Al-Hasyr: 8-9)
“Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah: 88-89),
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. “ (QS At-Taubah: 100)
“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.” (QS At-Taubah: 117)
Allah SWT memerintahkan NabiNya agar bersabar bersama mereka, maka Dia Jalla wa ‘Alaa berfirman:
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. “ (QS Al-Kahfi: 28)
Mereka (para sahabat) adalah orang-orang dimana firman Allah SWT ini tertuju kepada mereka pertama kalinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (QS Al-Baqarah: 143)
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. “ (QS Ali ‘Imran: 110)
“(Yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan diantara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar. (Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka’, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung’. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS Ali ‘Imran: 172-174)
Perkataan Ibnu Mas’ud r.a. tentang para Sahabat Rasulullah SAW
Sungguh indah ucapan Ibnu Mas’ud r.a. tentang para Sahabat Rasulullah SAW, dimana beliau berkata; “Sesungguhnya Allah memperhatikan hati hamba-hamba-Nya, maka Dia mendapati hati Muhammad SAW, adalah hati yang terbaik sehingga Dia memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya sebagai pembawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati hamba-hamba-Nya setelah hati Muhammad, maka Dia mendapati hati para Sahabatnya adalah hati yang terbaik sehingga Dia menjadikan mereka sebagai pendukung-pendukung Nabi-Nya yang berperang di atas agama-Nya. Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para Sahabat), maka ia baik di sisi Allah. Dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin (para Sahabat), maka ia buruk di sisi Allah.” (HR oleh Ahmad dalam al-Musnad (1/379, no. 3600). Syaikh Ahmad Syakir berkata, “Sanadnya shahih.”)
Ibnu Mas’ud juga berkata: “Barangsiapa ingin meneladani maka hendaklah dia meneladani orang yang sudah wafat karena orang yang masih hidup tidak dijamin terhindar dari fitnah. Mereka itulah para sahabat Muhammad SAW, umat ini yang paling mulia hatinya, paling mendalam ilmunya, dan paling sedikit memaksakan diri. Allah Ta’ala telah memilih mereka untuk menjadi sahabat-sahabat Nabi-Nya SAW dan menegakkan agama-Nya, maka kenalilah hak-hak mereka dan berpeganglah kepada petunjuk mereka karena mereka di atas jalan yang lurus.” (HR Ibnu ‘Abdil Barr dalamJaami’i Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlih (II/97) dan al-Harawi (no. 86), dari jalan Qatadah, dari Ibnu Mas’ud)
Gelar-gelar yang disematkan oleh Rasulullah SAW di dada para Sahabat r.a.
Inilah gelar-gelar kehormatan yang disematkan oleh Nabi Muhammad saw di dada para Sahabatnya r.a. karena ia sangat banyak maka kami merasa cukup dengan sebagian darinya, dan yang sedikit itu pun sudah cukup banyak.
Dari ‘Imran bin Hushain r.a., ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: Sebaik-baik umatku adalah generasiku, kemudian yang setelahnya, kemudian yang setelahnya. -‘Imran berkata, “Aku tidak tahu apakah Nabi SAW menyebutkan dua atau tiga generasi setelah generasi beliau-. “Kemudian setelah kalian akan datang suatu kaum yang bersaksi padahal tidak diminta untuk bersaksi, berkhianat dan tidak mempunyai amanat, bernadzar namun tidak memenuhinya, dan kegemukan terlihat pada mereka’.” (HR al-Bukhari (no. 3650) dan Muslim (no. 2535).)
Dari Ibrahim, dari ‘Ubaidah bin ‘Abdillah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang setelahnya, kemudian yang setelahnya, kemudian datang suatu kaum, kesaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.”
Ibrahim berkata, “Bapak-bapak kami memukul kami dalam perkara kesaksian dan perjanjian sementara kami masih kecil” (HR al-Bukhari (no. 3651) dan Muslim (no. 2533).)
Dalam ash-Shahiihain (Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim) dari hadits Anas r.a, ia berkata, “Ada jenazah yang sedang dipikul, maka orang-orang memujinya dengan baik, lalu Nabi SAW bersabda: “Telah wajib. Telah wajib. Telah wajib.” Lalu ada jenazah lain yang dipikul, orang-orang mengatakan tidak baik tentangnya, maka Nabi SAW bersabda: “Telah wajib. Telah wajib. Telah wajib.” Maka ‘Umar berkata, “Bapak dan ibuku menjadi tebusan demi engkau, ada jenazah yang dipikul, maka orang-orang memujinya dengan baik, lalu engkau mengatakan, “Telah wajib. Telah wajib. Telah wajib.” Lalu ada jenazah lain yang dipikul, orang-orang mengatakan tidak baik tentangnya, dan engkau mengatakan, “Telah wajib. Telah wajib. Telah wajib?” Maka Nabi SAW bersabda: “Siapa yang kalian sanjung dengan kebaikan maka telah wajib Surga untuknya. Siapa yang kalian saksikan tidak baik maka telah wajib Neraka atasnya. Kalian adalah saksi-saksi Allah di bumi. Kalian adalah saksi-saksi Allah di bumi. Kalian adalah saksi-saksi Allah di bumi.” (HR al-Bukhari (no. 1367), kitab: al-janaa-iz dan Muslim (no. 949), kitab: al-janaa-iz)
Dari ‘A-idz bin ‘Amr bahwa Abu Sufyan mendatangi Salman, Shuhaib, dan Bilal yang sedang duduk bersama beberapa orang. Mereka berkata, “Demi Allah, pedang-pedang Allah belum mengambil haknya pada leher musuh Allah dengan sebenar-benarnya.” Maka Abu Bakar berkata, “Apakah kalian mengatakan hal ini kepada seorang pemuka dan petinggi Quraisy ini?” Maka Abu Bakar datang kepada Nabi SAW dan memberitahukan hal itu, lalu Nabi SAW, bersabda: “Wahai Abu Bakar! Mungkin engkau telah membuat mereka marah. Jika engkau membuat mereka marah, sungguh, engkau telah membuat Rabb-mu marah.”
Maka Abu Bakar datang kepada mereka dan bertanya, “Wahai saudara-saudaraku! Apakah aku telah membuat kalian marah?” Mereka menjawab, “Tidak, semoga Allah mengampunimu wahai saudaraku.” (HR Muslim (no. 2504), kitab: Fadhaa-ilush Shahaabah)
Dari Sa’id bin Abi Burdah, dari ayahnya, ia berkata, “Kami melaksanakan shalat Maghrib bersama Rasulullah SAW, kemudian kami berkata kepada diri kami, “Seandainya kami duduk sampai shalat ‘Isya’ niscaya itu lebih baik’.” Dia berkata, “Maka kami duduk. Kemudian Nabi SAW keluar menemui kami, lalu beliau bertanya, ‘Kalian masih di sini?’, Kami menjawab, ‘Ya Rasulullah, kami telah shalat Maghrib bersamamu, kemudian kami berkata kepada diri kami seandainya kami duduk sampai shalat ‘Isya’ bersamamu niscaya akan lebih baik.’ Maka Nabi SAW bersabda: ‘Kalian telah berbuat baik dan benar.’ Dia berkata, ‘Maka Nabi SAW mengangkat pandangannya ke langit -dan alangkah seringnya beliau memandang ke langit lalu beliau bersabda: “Bintang-bintang adalah penjaga bagi langit, jika bintang lenyap maka akan datang kepada langit apa yang dijanjikan. Aku adalah penjaga bagi para Sahabatku, jika aku pergi (wafat) maka akan datang kepada para Sahabatku apa yang dijanjikan kepada mereka. Sahabat-Sahabatku adalah penjaga bagi umatku, jika Sahabat-Sahabatku telah pergi (wafat) maka akan datang kepada umatku apa yang dijanjikan kepada mereka.” (HR Muslim (no. 2531) dan Ahmad (IV/398-399)).[4]
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a., ia berkata; “Rasulullah SAW bersabda: “Akan datang suatu masa kepada manusia, sekelompok[5] orang pergi berperang, maka orang-orang berkata, ‘Apakah di antara kalian ada orang yang pernah menyertai[6] Rasulullah SAW?’[7] Maka mereka menjawab, ‘Ya?’ Maka mereka diberi kemenangan.[8] Kemudian suatu masa datang kepada manusia, lalu seke lompok orang pergi berperang, maka dikatakan, ‘Apakah di antara kalian ada orang yang menjadi sahabat bagi Sahabat Rasulullah SAW?’ Maka mereka menjawab, ‘Ya.’ Maka mereka meraih kemenangan. Kemudian suatu masa datang kepada manusia, lalu sekelompok orang pergi berperang, maka dikatakan, ‘Apakah di antara kalian ada orang yang menjadi sahabat bagi orang-orang yang menjadi sahabat dari Sahabat Rasulullah SAW?’ Maka mereka menjawab, ‘Ya.’ Maka mereka meraih kemenangan’.” (HR al-Bukhari (no. 3649), Muslim (no. 2532), dan Ahmad (III/7)).
Dari Watsilah bin al-Atsqa’ r.a., ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Kalian senantiasa dalam kebaikan selama di antara kalian masih ada orang yang melihatku dan menjadi sahabatku. Demi Allah, kalian senantiasa dalam kebaikan selama di antara kalian masih ada orang yang melihat orang yang pernah melihatku dan menjadi sahabat bagi orang yang menjadi sahabatku.” (HR Ibnu Abu Syaibah al-Mushannaf 12/178. Hafizh Ibnu Hajar r.a. dalam al-Fat-h (Vll/5) berkata, “Sanadnya hasan.”) [WARDAN/DR]
Footnote:
[1] Mereka berjihad melawan syaitan dan diri mereka sendiri karena musuh seseorang yang paling kuat adalah dirinya sendiri yang ada di hadapannya
[2] At-Tabshirah karya Ibnul Jauzi (I/582-583) dengan gubahan.
[3] Menunggu apa yang telah Allah janjikan kepadanya.-Pent
[4] oleh Imam an-Nawawi rah.a. berkata dalam Syarh Shahiih Muslim (hlm. 391), “Sahabat-Sahabatku adalah penjaga bagi umatku, jika Sahabat-Sahabatku pergi maka akan datang kepada umatku apa yang dijanjikan kepada mereka.” Maknanya, mereka merupakan penangkal munculnya bid’ah-bid’ah, hal-hal yang diada-adakan dalam agama, fitnah-fitnah di dalamnya, munculnya tanduk setan, kemenangan orang-orang Romawi, dan lainnya atas mereka, dilanggarnya kehormatan Madinah, Makkah, dan lainnya, semua ini termasuk mukjizat Nabi SAW.”
[5] Maksudnya adalah jama’ah (sekelompok orang). Ada yang berkata: jama’ah dalam Jumlah banyak. Lihat Lisaanul ‘Arab 3336. Di sana disebutkan makna-makna lainnya di samping apa yang kami sebutkan
[6] Dalam riwayat Muslim, “Melihat.”
[7] Pertanyaan tentang Sahabat-Sahabat Rasulullah SAW, orang-orang yang melihat mereka, dan orang-orang yang melihat orang-orang yang melihat mereka adalah dalam rangka memohon kemenangan, mengambil keberkahan kepada mereka, dan do’a mereka. Imam al-Bukhari r.a. juga membawakan hadits ini dalam Kitab: al-jihad, Bab: Man Ista’ana bidh Dhu’afaa’ wash Shaalihiin fil Harb. Al-Hafizh Ibnu Hajar rah.a. berkata di sana, “Yakni dengan keberkahan dan do’a mereka.”
[8] Hafizh Ibnu Hajar rah.a. berkata dalam al-Fat-h (VI/89), “Para Sahabat meraih kemenangan karena kemuliaan mereka, kemudian para Tabi’in juga karena kemuliaan mereka, kemudian para Tabi’ut Tabi’in karena kemuliaan mereka.” Hafizh berkata, “Oleh karena itu, kebaikan, kemuliaan, dan kemenangan untuk tingkatan keempat lebih sedikit, lalu bagaimana dengan yang sesudah mereka? Semoga Allah berkenan menolong.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar