Bulan Mei sampai Juni ini adalah babak pertarungan bagi para santri di Nurul Ilmi pada khususnya dan Darunnajah pada umumnya. Mereka akan mengikuti masa ujian yang berat, sebab terdiri dari ujian lisan dan tulisan.
Bagi santri santrinya, masa-masa ini merupakan momentum untuk ujian mental, raga, otak dan pikiran. Di sana tidak kenal menyontek. Apapun jadinya adalah hasil kerja keras sendiri.
Lalu di manakah peran sang guru? Para guru yang telah enam bulan mentransfer ilmu kepada mereka mulai memotivasi mereka dengan berbagai hal yang biasa dilakukan, melalui bimbingan setelah belajar malam dan sebagainya.
Rasa was-was juga meliputi sang guru, sembari mereka mendoakan sang murid agar dimudahkan saat ujian.
Tidak ada sogokan dan bayaran dalam setiap aktivitas mengajar hingga sebagai penguji. Sang guru pun terlibat dalam kesuksesan ujian di Nurul ilmi.
Dimulai ketika ujian lisan. Peran guru ialah sebagai penguji. Ujian dimulai tepat pukul 07.00 hingga dzuhur menjelang pukul 12.00 WIB.
Lalu ketika ujian tulis tiba, guru juga menjadi pengawas para santri. Lalu apakah mereka dibayar? Jawabannya tidak. Prinsip keikhlasan telah mengakar kuat dalam diri mereka.
Pada saat itulah semua pekerjaan bukan hanya mencari materi tapi seberapa besar pekerjaan itu bisa memberikan sebesar-besarnya manfaat kepada semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan ujian ini.
Apa hubungannya dengan guru sejati? Sebab mereka tidak hanya mengajar dalam ruang lingkup pesantren ini, tapi para guru juga membimbing dan mendidik santri, menyelenggarakan semua kegiatan belajar-mengajar, hingga ujian tiba tanpa mengharap materi.
Akankah kita bisa meniru mereka?
Dunia pendidikan memang tidak bisa lepas dari sebuah kata ujian. Tidak hanya dalam kehidupan saja, ataupun sekolah pada umumnya, dalam pendidikan pesantren. Ujian merupakan bagian yang penting. Selain untuk evaluasi seberapa jauh materi yang selama ini telah dipahami, ujian juga bagian dari mendidik karakter para santriwati untuk bersikap jujur, bertanggung jawab, serta percaya diri.
Ujian bukan hanya sekedar formalitas. Karena selain untuk kompetensi akademik, ujian juga bagian dari menguji kualitas moral.
Selama ini kita tahu pesantren telah membentuk santri-santri dengan kebiasan-kebiasan yang baik, seperti jamaah, puasa, dzikir, ngaji , mujahadah, ta’dzim dengan guru dsb. Namun hal tersebut dirasa belum cukup untuk menghadap tantangan zaman. Santri juga harus belajar, mengerti, memahami berbagai macam kitab sebagai bekal di masyarakat nantinya . Ujian inilah bagian dari sarana santri agar lebih bersungguh-sungguh dalam memperdalam ilmu yang mereka pelajari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar