Iman dalam bahasa Arab berarti percaya. Menurut istilah, iman ber arti membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamal kan dengan perbuatan. Seseorang dapat dikatakan sebagai Mukmin atau orang yang beriman apabila memenuhi tiga unsur tersebut.
Dalam Islam, dikenal ada enam rukun iman. Salah satunya adalah iman kepada takdir. Iman kepada takdir memiliki kedudukan yang tidak kalah penting dalam agama Islam. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya dalil dalam Alquran ataupun sunnah yang membahas hal tersebut.
salah satu hadis me ngenai iman ini disebutkan dalam HR Muslim. Diceritakan oleh Umar bin Khattab, ketika itu ada seseorang yang berpakaian putih datang menghadap Rasul dan sahabat, ia bertanya mengenai iman, dan oleh Nabi dijawab, “Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat, dan kepada takdir yang baik ataupun yang buruk.”
“Wa tu’mina bil khodar. Engkau beriman kepada khodar, takdir. Takdir adalah ketentuan Allah yang berlaku bagi setiap makhluk Allah. Semua ketentuan yang berlaku sesuai dengan ilmu Allah, hikmah Allah, dan dikehendaki oleh Allah. Ini disebut khodar atau takdir,” ujar Ustaz Pamuji dalam kajiannya, belum lama ini.
Ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan oleh Allah ini sesuai dengan ilmu dan kehendak Allah. Takdir yang didapat oleh setiap makhluk, termasuk manusia, merupakan ketentuan yang di baliknya pasti memiliki hikmah atau pesan.
Beriman kepada takdir sendiri memiliki empat unsur utama. Pertama, ketika manusia beriman kepada takdir, maka kita juga harus percaya bahwa Allah mengetahui segala sesuatunya secara terperinci ataupun global.
Setiap hal dari zaman awal kehidupan terbentuk hing ga nanti hari akhir, sudah diketahui dengan baik oleh Allah SWT. Baik yang ber hubungan dengan perbuatan Allah mau pun yang dibuat hamba-hamba-Nya.
Unsur kedua, kita harus percaya bahwa sejak jauh hari Allah telah me nulis dan mencatatkan ketentuan-ketentuan setiap makhluknya di Kitab Lauh al- Mahfudz atau Lauhul Mahfudz. Dalam QS al-Hajj ayat 70, Allah telah bersabda, “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah me nge tahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah Kitab (Lauhul Mahfudz). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.”
Dalam HR Muslim dari Abdullah bin Amr RA, Nabi Muhammad pernah bersabda, “Allah telah menulis takdirnya semua makhluk 50 ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Dan arys Allah di atas air.”
“Unsur ketiga dalam iman kepada takdir, yaitu bahwasanya semua yang ada di alam ini tidak mungkin ada kecuali atas kehendak Allah,” ucap Ustaz Pamuji.
Hal ini kerap dituliskan dalam Alquran. Salah satunya dalam QS al-Qasas ayat 68, “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).”
Salah satu bukti kehendak Allah terjadi pada Perang Badar. Pasukan Mus lim saat itu hanya berjumlah 313 orang, sementara musuhnya berjumlah lebih dari 1.000 orang. Namun dengan ketentuan Allah, pasukan Muslim mampu me menangkan pertempuran tersebut.
Terakhir, kita mesti beriman bahwa semua makhluk yang ada di muka bumi ataupun alam semesta adalah ciptaan Allah. Baik sifat maupun zatnya, termasuk gerakan-gerakan mereka. Makhluk tidak bisa menciptakan sifat dan zatnya sendiri.
Dalam QS as-Saffat ayat 96 ditulis kan, “Padahal Allah yang mencipta kan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” Penegasan perihal penciptaan Allah terhadap makhluknya pun dituliskan dalam Surah al-Furqon ayat 2, “Yang kepunyaan- Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuranukurannya dengan serapi-rapinya.”
Meski Allah telah menetapkan sega la sesuatu sesuai dengan ketentuan dan ilmunya, setiap hambanya pun memiliki hak pilih dan kehendak. Setiap hal yang hendak ia kerjakan memiliki pilihan.
Dalam QS al-Baqarah ayat 286 disebutkan, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.”
(Santri Tv/Rafi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar